Kok Masih Bisa Bahagia Walau Dihina?
termen.curhat
Apakah Memaafkan Orang Lain Ada Batasnya?
termen.curhat
Kok Masih Bisa Bahagia Walau Dihina?
termen.curhat
Coba Anda bayangkan, ada orang yang dihina, direndahkan tetapi orang ini tidak membalasnya dengan kata-kata yang kasar. Orang yang dihina ini tidak marah sama sekali. Ia justru membalasnya dengan tersenyum, bahkan mengucapkan kata-kata yang indah seperti terima kasih untuk masukkannya dan mohon maaf jika saya masih banyak kesalahan. Bahkan, orang ini justru datang membantu orang yang menghina dan merendahkannya ketika mereka sedang dalam kesulitan. Apa yang Anda pikirkan tentang orang dengan karakter seperti ini?
Orang jaman sekarang itu mudah sekali tersulut emosinya. Apalagi mereka yang bermain di media social. Mudah sekali tersinggung dan ngajak berantem. Seorang psikolog Bernama Maria Konnikova di kolom New Yorker khawatir dengan komunikasi yang terjadi di media social cenderung menyulut emosi. Hal ini disebabkan karena karena kita kurang memahami gestur non-verbal, nada bicara, hingga konteks dari lawan bicara kita. Sehingga orang bersikap impersonal, artinya tidak ada rasa sungkan saat berbicara dengan orang lain melalui media social. Mereka menjadi agresif.
Bahkan kata Amok dalam Bahasa Inggris akar katanya dari Bahasa melayu, yakni AMUK. Apakah itu pertanda orang kita suka mengamuk, mudah marah. Dalam istilah psikologi, kondisi orang yang mudah marah disebut iritabilitas – yakni mudah teriritasi, mudah tergesek, tergores atau terluka.
Ya – ketika seseorang merasa ada yang merendahkan harga dirinya – maka seseorang akan dengan mudah marah. Mayoritas kemarahan dipicu karena merasa harga dirinya dihina dan direndakan. Tapi apakah amarah menegakkan harga diri seseorang? Atau ada cara lain untuk menegakkan harga diri tanpa harus marah? Yuk kita dengar cerita berikut ini…
Ada seorang guru di depan murid-muridnya. Ia mengangkat uang 100 ribu rupiah di depan murid-muridnya. Lalu ia bertanya “siapa yg mau uang ini?” Semua murid mengangkat tangan mereka, tanda mereka mau uang tersebut. Kemudian guru itu meremas uang 100 ribu tersebut dengan tangannya dan kembali bertanya “sekarang siapa yang mau uang ini?” Kembali semua murid mengangkat tangan mereka.
Selanjutnya sang guru melemparkan uang itu ke lantai dan menginjak-injaknya dengan sepatunya sampai uang itu jadi kotor. Setelah betul-betul kotor oleh debu, ia berkata “sekarang siapa yang mau uang ini?” Tetap saja seluruh murid mengacungkan tangan mereka.
Saat itulah sang guru mengatakan, anak-anak apa yang bisa kita pelajari dari permainan ini? Ternyata meskipun uang ini sudah kita remas-remas, dan sudah kita injak-injak, tapi kalian tetap mau. Mengapa? Karena kalian tidak melihat bentuk uangnya, tapi melihat nilai uangnnya. Begitu juga dalam kehidupan. Bagaimanapun kalian di hinakan, diremehkan, direndahkan, dilecehkan, dinistakan ataupun bahkan difitnah, kalian harus tetap yakin bahwa nilai hakiki kalian tidak akan pernah tersentuh. Nilai dan harga diri kalian tidak tergantung dari omongan orang lain, atau dari pujian serta hinaan orang lain. Nilai diri kalian ada di mata Tuhan yang menciptakan kalian.
Apa Anda ada masalah?
Mau cerita, tapi tidak tahu kepada siapa?
Yuk curhat! Silakan klik salah satu di antara 3 tombol di bawah ini:
Post comments
This post currently has no comments.